Ketua Majelis Ulama Provinsi jawa Timur KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah, S.H., M.M.
Commons Sight – Fenomena sound horeg yang ramai di Jawa Timur akhirnya mendapat tanggapan serius dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur. MUI Jatim resmi menyatakan bahwa sound horeg haram jika terbukti mengganggu lingkungan sekitar.
Ketua MUI Pusat Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis, menjelaskan bahwa fatwa ini bersifat lokal. Ia menyebut bahwa penggunaan horeg tidak boleh dilakukan sembarangan. Bila penggunaannya mengganggu masyarakat, hukumnya menjadi haram.
“Kalau mengganggu orang lain, itu tidak diperbolehkan. Maka, disebut haram,” kata Cholil. Namun, jika hanya digunakan sebagai hiburan biasa dan tidak merusak ketenangan, maka tidak masalah.
“Baca juga: Fakta Rae Lil Black Tinggalkan Industri Film Panas dan Memeluk Islam“
Fatwa ini lahir dalam Forum Satu Muharram 1447 H yang digelar di Pesantren Besuk, Pasuruan. Forum ini dihadiri para ulama dari Jawa dan Madura. Pimpinan pesantren, KH Muhibin Aman Aly, memimpin langsung diskusinya.
Menurut KH Muhibin, horeg dianggap memicu hal-hal negatif. Mulai dari tarian yang tidak sopan, hingga campur-baur antara laki-laki dan perempuan. Semua ini dinilai berpotensi menimbulkan kemaksiatan yang sulit dikendalikan.
Horeg bukan sekadar perangkat audio. Ia terdiri dari puluhan speaker besar dengan suara bass berlebihan. Frekuensinya sangat kuat hingga membuat bangunan sekitar bergetar. Selain itu, truk pembawa alat ini sering merusak fasilitas umum.
Berbeda dengan sound system hajatan biasa, horeg biasanya dilakukan secara berlebihan. Hal ini yang menyebabkan keresahan masyarakat sekitar. Maka, penggunaan horeg tidak dapat disamakan dengan sound system biasa.
MUI menekankan bahwa suara keras bukan satu-satunya persoalan. Yang ditekankan adalah efek negatif yang menyertai penggunaannya. Jika tidak menimbulkan kerusakan atau kemaksiatan, maka penggunaan perangkat audio masih diperbolehkan.
KH Cholil juga menjelaskan, horeg dianggap haram bukan hanya karena suaranya. Namun karena karakter acaranya yang cenderung menyimpang dari nilai moral. Maka, meskipun tidak melanggar aturan negara, secara agama tetap dianggap haram.