Commons Sight – Pemerintah Indonesia sedang menjalani masa penting dalam peralihan menuju energi bersih. Namun, batu bara tetap memiliki peran signifikan dalam proses tersebut. Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menjelaskan bahwa transisi energi tidak bisa dilakukan secara mendadak. Terutama untuk negara berkembang seperti Indonesia yang masih mengandalkan batu bara. Bahlil menegaskan bahwa peralihan energi harus mempertimbangkan aspek ekonomi dan sosial. Ia menolak pendekatan yang memaksakan penghapusan batu bara dalam waktu singkat. Karena hal itu dapat mengganggu kestabilan energi nasional. Selain itu juga dapat mengancam lapangan kerja jutaan masyarakat.
Indonesia adalah salah satu produsen batu bara terbesar di dunia. Sebagian besar listrik nasional masih bersumber dari pembangkit listrik tenaga uap. Inilah yang membuat batu bara sulit dilepaskan dalam waktu dekat. Menurut Bahlil, menggantikan batu bara sepenuhnya bukan hal realistis saat ini. Banyak wilayah di Indonesia Timur bahkan belum memiliki akses energi memadai. Jika batu bara dihentikan secara tiba-tiba, maka akan terjadi krisis pasokan. Pemerintah tidak ingin masyarakat menjadi korban kebijakan transisi yang terburu-buru. Oleh karena itu, batu bara tetap digunakan sambil menyiapkan energi terbarukan secara bertahap.
“Baca Juga : Ruben Amorim Jaga Kebugaran Luke Shaw dengan Hati-hati”
Bahlil menyebut bahwa transisi energi harus dilakukan secara bertahap. Ia menekankan pentingnya prinsip keadilan dalam setiap prosesnya. Negara-negara maju telah memakai energi fosil selama ratusan tahun. Kini mereka mendesak negara berkembang berhenti dalam waktu singkat. Padahal kontribusi emisi karbon Indonesia tidak sebesar negara industri besar. Maka dari itu, Indonesia memerlukan waktu dan dukungan teknologi. Pemerintah sedang menyusun peta jalan agar transisi tetap berjalan. Namun dengan tetap menjaga kepentingan nasional dan masyarakat luas. Langkah ini dianggap lebih rasional dan tidak membebani rakyat kecil.
Meskipun batu bara masih digunakan, Bahlil menjelaskan bahwa pemerintah terus mendorong energi bersih. Berbagai proyek pembangkit listrik tenaga surya dan angin sudah berjalan. Selain itu, pemerintah juga memberi insentif bagi investor energi hijau. Salah satu prioritas utama adalah pembangunan ekosistem kendaraan listrik. Namun proyek-proyek ini memerlukan waktu dan modal besar. Maka batu bara tetap dipertahankan sebagai jembatan. Ini disebut sebagai strategi transisi realistis yang sedang ditempuh pemerintah. Tidak menghentikan satu sumber, namun memperkenalkan alternatifnya perlahan. Dengan begitu, masyarakat tidak terguncang oleh perubahan mendadak.
“Simak juga: Audio Mewah dari Apple, AirPods 4 Tawarkan Bass Menggelegar”
Selain sebagai sumber energi, batu bara juga menopang industri strategis nasional. Banyak pabrik besar yang masih mengandalkan batu bara dalam proses produksinya. Penghentian mendadak dapat mengganggu produktivitas dan menyebabkan PHK massal. Menurut Bahlil, industri baja, semen, dan tekstil masih tergantung pada batu bara. Oleh karena itu, penting untuk mempertahankan stabilitas energi agar sektor industri tetap berjalan. Pemerintah tetap mendorong efisiensi dan pengurangan emisi dalam prosesnya. Namun tetap tidak tergesa-gesa dalam menggantikan sumber daya tersebut. Kebijakan ini diambil demi menjaga keberlanjutan ekonomi nasional.
Bahlil juga menyinggung pentingnya diplomasi energi dalam forum global. Ia menyebut bahwa Indonesia tetap berkomitmen terhadap Paris Agreement. Namun komitmen tersebut harus dijalankan sesuai kapasitas nasional. Pemerintah tidak ingin hanya menjadi pendengar dalam forum internasional. Melainkan menjadi pihak yang aktif menyuarakan realitas negara berkembang. Dalam banyak kesempatan, Indonesia menyampaikan perlunya pendekatan yang fleksibel. Negara maju diminta membantu transfer teknologi dan pendanaan. Karena transisi energi bukan sekadar soal komitmen, tetapi juga kapasitas. Inilah yang menjadi alasan batu bara masih dipertahankan dalam kebijakan nasional.
Pemerintah juga memperhatikan daerah-daerah yang bergantung pada batu bara. Penutupan tambang secara mendadak bisa menghancurkan perekonomian lokal. Bahlil menegaskan bahwa pemerintah sedang menyiapkan program diversifikasi ekonomi. Daerah seperti Kalimantan dan Sumatera harus diberi kesempatan membangun sektor lain. Termasuk pertanian, pariwisata, dan industri pengolahan. Selain itu, pelatihan ulang bagi tenaga kerja juga sedang dirancang. Tujuannya agar masyarakat tidak kehilangan mata pencaharian saat transisi. Program ini menjadi bagian penting dalam menjaga stabilitas sosial. Karena dampak ekonomi dari transisi harus diantisipasi secara menyeluruh.
Kebijakan energi nasional bersifat dinamis dan akan terus dievaluasi. Pemerintah membuka ruang bagi penyesuaian seiring perkembangan teknologi. Jika energi bersih semakin terjangkau dan efisien, maka pengurangan batu bara bisa dipercepat. Namun semua itu dilakukan berdasarkan data dan kesiapan lapangan. Bahlil menyebut bahwa transisi harus berbasis bukti dan bukan tekanan. Pemerintah tidak anti lingkungan, tetapi ingin transisi yang manusiawi. Semua langkah yang diambil bertujuan menjaga keseimbangan antara kebutuhan energi dan keberlanjutan. Itulah sebabnya batu bara tetap memiliki tempat dalam kebijakan nasional saat ini.