Commons Sight – PT Borneo Alumina Indonesia (BAI) akhirnya mulai mengoperasikan Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawah, Kalimantan Barat. Proyek ini telah lama dinantikan oleh berbagai pihak. Produksi alumina pertama berhasil dilakukan pada April 2025 lalu. Ini menandai babak baru dalam hilirisasi industri tambang di Indonesia. SGAR menjadi pabrik pengolahan alumina pertama yang berskala besar di dalam negeri. Kapasitas awalnya mencapai satu juta ton alumina per tahun. Volume ini akan meningkat seiring rampungnya pembangunan tahap kedua. Proyek ini hasil kerja sama antara BAI, Antam, dan Inalum. Kini, Inalum menjadi penerima utama pasokan alumina dari SGAR.
Pemerintah menyambut baik beroperasinya SGAR di Mempawah. Proyek ini sejalan dengan agenda nasional hilirisasi mineral. Presiden Joko Widodo beberapa kali menegaskan pentingnya nilai tambah dalam negeri. SGAR menjadi bukti nyata langkah itu mulai terwujud. Tidak hanya sebagai simbol, tapi juga menghasilkan produk bernilai ekspor tinggi. Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan bahwa proyek ini harus dijaga kesinambungannya. Apalagi menyangkut energi dan rantai pasok industri aluminium nasional. Keberadaan SGAR akan mengurangi ketergantungan impor alumina dari luar negeri. Hal ini sekaligus memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global.
“Baca Juga : Enhypen Jake Nikmati Jakarta: Budaya Korea dan Kuliner Unik”
Inalum akan menerima suplai alumina dalam volume besar dari SGAR. Bahan baku tersebut akan digunakan dalam proses peleburan aluminium di pabrik mereka di Kuala Tanjung. Inalum sebelumnya harus mengimpor alumina dari Australia dan Tiongkok. Kini, pasokan domestik akan menekan biaya logistik dan memperkuat ketahanan industri. Kerja sama ini telah dituangkan dalam perjanjian jangka panjang. Pasokan dari SGAR membuat produksi Inalum menjadi lebih stabil. Efisiensi ini berdampak langsung pada daya saing produk aluminium Indonesia di pasar global. Inalum berharap bisa meningkatkan volume produksi berkat ketersediaan bahan baku lokal.
SGAR tidak hanya berkontribusi terhadap industri nasional. Ia juga memberi dampak langsung pada ekonomi lokal di Kalimantan Barat. Ribuan tenaga kerja terserap selama masa konstruksi dan operasional awal. Masyarakat sekitar mendapat prioritas dalam rekrutmen karyawan baru. Selain itu, banyak pelaku UMKM dilibatkan dalam rantai pasok dan layanan pendukung. Dampak berganda ini menjadi bukti nyata manfaat hilirisasi di daerah. Pemerintah daerah Mempawah menyambut baik kehadiran SGAR. Mereka menyebut proyek ini sebagai penopang baru perekonomian wilayah. Harapannya, SGAR bisa menjadi contoh hilirisasi yang berhasil di daerah lain.
“Simak juga: CMF Phone 2 Pro Rilis, Ini Spesifikasi Kamera yang Diunggulkan”
Pengoperasian SGAR membutuhkan dukungan infrastruktur yang memadai. Pemerintah membangun pelabuhan khusus untuk pengiriman alumina. Selain itu, akses jalan menuju fasilitas juga ditingkatkan. Namun masih ada tantangan terkait logistik dan distribusi. Cuaca ekstrem dan medan geografis Kalimantan jadi tantangan utama. PT BAI telah menyiapkan rencana kontinjensi untuk mengatasi gangguan tersebut. Mereka juga bekerja sama dengan Kementerian Perhubungan agar jalur distribusi tetap aman. Di sisi lain, proses pengangkutan ke pabrik Inalum di Sumatra juga diperhatikan. Sinergi antar BUMN diharapkan bisa mengurangi risiko keterlambatan logistik.
SGAR adalah langkah besar menuju swasembada aluminium nasional. Jika tahap kedua pembangunan selesai, kapasitas bisa mencapai dua juta ton alumina. Ini akan mencukupi kebutuhan dalam negeri secara penuh. Bahkan, ada peluang untuk mengekspor ke negara-negara Asia Tenggara. Indonesia bisa jadi pusat baru produksi alumina dan aluminium di Asia. Strategi ini juga selaras dengan transisi energi bersih. Aluminium dikenal sebagai logam yang penting untuk industri hijau. SGAR berpotensi menjadi penggerak industri rendah karbon di masa depan. Pemerintah dan BUMN diminta terus menjaga keberlanjutan proyek strategis ini.