Commons Sight – Coca-Cola, salah satu minuman bersoda paling populer di dunia, telah menjadi pilihan utama bagi banyak orang untuk menemani waktu santai atau makan. Namun, belakangan ini, beredar kabar yang cukup mengejutkan tentang kandungan klorat dalam minuman ini. Klorat adalah senyawa kimia yang, meskipun digunakan dalam beberapa proses industri. Dapat memberikan dampak negatif bagi kesehatan jika terkandung dalam jumlah berlebihan dalam makanan atau minuman yang kita konsumsi. Lantas, apa sebenarnya dampak klorat dalam Coca-Cola terhadap kesehatan kita?
Klorat adalah senyawa kimia yang umumnya digunakan dalam pembuatan pemutih atau desinfektan. Klorat juga dapat terbentuk selama proses pemutihan bahan baku seperti tepung atau gula. Senyawa ini bisa saja ditemukan dalam berbagai produk makanan dan minuman, meski penggunaannya sudah diatur ketat oleh badan pengawas kesehatan. Klorat bisa menimbulkan risiko bagi kesehatan jika terkandung dalam konsentrasi yang tinggi. Terutama bagi mereka yang mengonsumsinya dalam jumlah besar dan dalam jangka waktu panjang.
“Baca Juga : Pecinta ‘Teh Botol’ Harus Siap, Cukai Baru Segera Berlaku”
Beberapa laporan mengungkapkan bahwa klorat dapat terbentuk sebagai hasil samping dari proses produksi gula yang digunakan dalam pembuatan Coca-Cola. Gula yang dipakai dalam minuman bersoda ini sering kali mengalami pemutihan menggunakan bahan-bahan kimia, dan dalam beberapa kasus, proses tersebut dapat meninggalkan jejak klorat pada bahan tersebut. Meskipun pengawasan ketat dilakukan pada tingkat produksi, masih ada kemungkinan kandungan klorat yang tersisa dalam produk akhirnya.
Klorat dalam jumlah yang sangat tinggi dapat berbahaya bagi tubuh. Senyawa ini diketahui dapat mengganggu fungsi tiroid dengan menghambat penyerapan yodium, yang pada gilirannya dapat memengaruhi metabolisme tubuh. Jika terkonsumsi dalam dosis yang besar dalam jangka waktu lama, klorat berpotensi menyebabkan masalah kesehatan serius seperti gangguan tiroid. Penurunan fungsi ginjal, dan bahkan memengaruhi perkembangan sistem saraf pada anak-anak. Meski demikian, konsumsi klorat dalam jumlah kecil yang terdapat dalam minuman seperti Coca-Cola umumnya dianggap tidak membahayakan kesehatan jika dalam batas aman yang diatur oleh otoritas kesehatan.
“Simak juga: China Tegaskan COVID Tidak Berasal dari Kebocoran Laboratorium”
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta lembaga kesehatan internasional seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memiliki standar tertentu mengenai batas aman kandungan klorat dalam makanan dan minuman. Di Indonesia, BPOM mengatur agar kandungan klorat dalam produk makanan dan minuman tidak melebihi ambang batas yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, meskipun klorat terkadang ditemukan dalam produk seperti Coca-Cola, pihak berwenang memastikan bahwa jumlahnya tidak berisiko bagi konsumen.
Secara keseluruhan, Coca-Cola tetap dapat dinikmati dalam jumlah moderat tanpa memberikan dampak negatif yang signifikan bagi kesehatan, asalkan mengonsumsinya tidak berlebihan. Meskipun demikian, penting untuk selalu memperhatikan pola makan yang seimbang dan tidak bergantung pada minuman manis atau soda sebagai konsumsi utama. Mengurangi konsumsi minuman manis secara keseluruhan, termasuk Coca-Cola, adalah langkah bijak untuk menjaga kesehatan jangka panjang.