
Commons sight – Dalam lanskap kerja modern yang serba cepat, generasi Z menghadapi tantangan mental yang berbeda dari generasi sebelumnya. Persaingan yang ketat, ekspektasi produktivitas tinggi, serta tuntutan untuk selalu “online” membuat banyak anak muda merasa tertekan dan rentan burnout. Meskipun demikian, Gen Z dikenal lebih sadar akan pentingnya kesehatan mental. Mereka banyak mengakses informasi, mengikuti diskusi seputar mindfulness, serta mencari lingkungan kerja yang mendukung keseimbangan hidup. Namun, kesadaran ini belum selalu terwujud dalam tindakan konsisten. Sering kali, keinginan untuk berkembang justru membuat mereka lupa berhenti sejenak dan menyelaraskan kembali kebutuhan diri.
Untuk menjaga kesehatan mental, langkah pertama yang ditekankan psikolog klinis Sarah Dian adalah mengenali dan mengakui emosi diri. Proses ini menjadi fondasi penting agar seseorang memahami apa yang ia butuhkan untuk kembali seimbang. Dalam praktiknya, mengenali emosi bisa dimulai dari pertanyaan sederhana seperti “Apa yang sedang aku rasakan?” atau “Mengapa aku merasa lelah atau marah hari ini?”. Dengan memahami sumber emosi, Gen Z dapat mengambil langkah tepat seperti beristirahat, mencari dukungan emosional, atau menenangkan diri sebelum stres semakin menumpuk dan memicu gangguan fisik maupun mental.
“Baca Juga : Vaksin RSV untuk Ibu Hamil: Perlindungan Awal bagi Bayi dari Infeksi Pernapasan
“
Di tengah ritme hidup yang dinamis, memberi ruang untuk jeda adalah strategi penting bagi kesehatan mental. Momen tenang di malam hari atau akhir pekan dapat menjadi kesempatan untuk memulihkan energi, menenangkan pikiran, dan memastikan tubuh tetap sehat. Menurut Sarah, mental dan fisik berkaitan erat; kelelahan psikologis dapat memengaruhi kondisi tubuh. Oleh karena itu, memberi diri waktu untuk beristirahat bukan bentuk kemalasan, melainkan langkah strategis untuk menjaga performa dan kesejahteraan jangka panjang.
Salah satu cara efektif untuk merawat kesehatan mental adalah melakukan journaling. Menulis catatan reflektif tentang pengalaman, pikiran, dan perasaan membantu otak memproses emosi secara lebih terstruktur. Meski terdengar sederhana, journaling memiliki manfaat ilmiah yang terbukti meningkatkan fungsi kognitif dan suasana hati. Penelitian menunjukkan, menulis selama 15–20 menit selama tiga hingga lima hari berturut-turut dapat memberikan perubahan signifikan terhadap keseimbangan emosi. Aktivitas ini mudah dilakukan kapan saja, tanpa aturan khusus, sehingga cocok untuk gaya hidup Gen Z yang fleksibel.
“Baca Juga : Mengombinasikan Lean Protein dengan Pola Low-Carb,Strategi Pintar Menuju Tubuh Ideal“
Selain manfaat emosional, journaling juga memberikan ruang aman bagi individu untuk menyampaikan isi hati tanpa takut dihakimi. Ketika emosi terasa berat, menuliskannya dapat menjadi bentuk ventilasi mental yang sehat. Proses ini memberikan jarak emosional antara seseorang dengan masalah yang dialami, sehingga pikiran menjadi lebih jernih. Di banyak terapi psikologis, journaling menjadi teknik pendukung untuk membantu pasien mengurai masalah dan menemukan perspektif baru. Dengan demikian, kegiatan sederhana ini mampu menjadi bagian penting dari perawatan diri Gen Z.
Agar kesejahteraan mental tetap stabil, Gen Z perlu menggabungkan kesadaran diri dengan praktik nyata. Selain journaling, mereka dapat mencoba teknik mindfulness, meditasi singkat, atau sekadar menikmati waktu tanpa tekanan sosial media. Menentukan batasan kerja, mengatur waktu istirahat, serta berbicara dengan orang terdekat juga membantu mencegah burnout. Pada akhirnya, menjaga kesehatan mental bukan hanya soal teori, tetapi konsistensi dalam merawat diri. Dunia kerja akan terus berkembang, namun membangun hubungan sehat dengan diri sendiri adalah modal penting untuk bertahan dan berkembang dengan penuh energi serta keseimbangan.