Home

5 Kesalahan Umum Saat Menolong Korban Henti Jantung yang Sering Dilakukan, Menurut Dokter

Commons Sight – Henti jantung atau cardiac arrest merupakan kondisi darurat medis yang bisa terjadi secara tiba-tiba, menyebabkan seseorang jatuh dan kehilangan kesadaran. Dalam situasi seperti ini, setiap detik sangat berharga untuk menyelamatkan nyawa korban. Menurut dr. Hasjim Hasbullah, Sp.JP, FIHA, AIFO-K, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, satu-satunya cara efektif menolong korban henti jantung adalah melalui Bantuan Hidup Dasar (BHD) yang dilakukan dengan segera dan benar.

“Teknik yang betul untuk orang sakit jantung, pertolongan pertama adalah BHD, tidak ada yang lain,” ujar dr. Hasjim dalam acara edukasi Basic Life Support (BLS) di Siloam Hospitals, Jakarta, Selasa (7/10/2025). BHD atau RJP (Resusitasi Jantung Paru) merupakan langkah pertolongan pertama sebelum tenaga medis datang. Tujuannya menjaga aliran darah dan oksigen ke otak agar korban tetap hidup sementara waktu. Namun, banyak masyarakat yang masih salah langkah saat menghadapi korban henti jantung.

Kesalahan 1: Memukul Dada dan Mengguncang Tubuh Korban

Salah satu kesalahan paling umum saat menolong korban cardiac arrest adalah memukul dada korban atau mengguncang tubuhnya agar “sadar kembali.” Menurut dr. Hasjim, tindakan ini tidak hanya salah tetapi juga berpotensi membahayakan nyawa korban.

Baca Juga : Ciri Tubuh Kekurangan Kalsium yang Perlu Diwaspadai, dari Kesemutan hingga Gangguan Mental

“Tujuan kita melakukan kompresi adalah meniru kerja jantung, yaitu memompa darah ke seluruh tubuh. Dengan memukul dada, apakah jantung akan memompa? Tidak,” tegasnya.
Alih-alih memukul dada, langkah yang benar adalah melakukan kompresi di bagian tengah dada korban dengan ritme teratur. Kompresi ini berfungsi untuk menjaga agar darah tetap bersirkulasi ke otak dan organ vital lainnya, layaknya jantung yang masih bekerja.

Kesalahan 2: Mendudukkan Korban Saat Tak Sadarkan Diri

Banyak orang mengira bahwa mendudukkan korban pingsan atau tidak sadar adalah tindakan yang membantu. Namun, menurut dr. Hasjim, posisi duduk justru menghambat aliran darah ke jantung dan dapat memperburuk kondisi korban.

“Pasien yang diposisikan duduk itu lebih kacau daripada dilakukan RJP,” ujarnya. Dalam situasi darurat, korban henti jantung harus diletakkan telentang di permukaan datar dan keras agar kompresi dada dapat dilakukan dengan efektif.
Ia menambahkan, sering kali masyarakat tidak mampu membedakan antara orang pingsan biasa dan yang mengalami henti jantung. “Makanya, BHD itu membuat orang awam pun bisa menolong karena langkahnya sederhana. Cukup cek respon dengan menepuk bahu korban cukup keras, dan bila tidak ada reaksi, segera minta bantuan,” jelasnya.

Kesalahan 3: Tidak Memeriksa Pernapasan dengan Tepat

Kesalahan lain yang sering terjadi adalah tidak memeriksa pernapasan korban dengan benar. Banyak orang hanya melihat dada korban tanpa memastikan apakah ada udara yang keluar-masuk. Dalam kondisi henti jantung, korban bisa tampak tenang, tetapi sebenarnya sudah tidak bernapas.

Menurut standar Bantuan Hidup Dasar (BHD), langkah pertama setelah memastikan korban tidak sadar adalah memeriksa pernapasan selama 10 detik dengan mendekatkan pipi ke hidung dan mulut korban. Jika tidak ada napas, segera lakukan RJP sebanyak 30 kali kompresi dada disertai dua kali hembusan napas bantuan, atau teruskan kompresi hingga bantuan medis datang.

Kesalahan 4: Panik dan Tidak Memanggil Bantuan Medis

Dalam situasi panik, banyak orang mencoba menolong tanpa terlebih dahulu menghubungi layanan darurat medis. Padahal, memanggil bantuan merupakan langkah pertama yang krusial dalam penanganan henti jantung.

dr. Hasjim menegaskan, “Langkah pertama yang harus dilakukan adalah meminta tolong. Saat satu orang melakukan kompresi dada, orang lain bisa segera menelepon ambulans.”
Selain itu, jika tersedia, mintalah alat AED (Automated External Defibrillator) yang bisa digunakan untuk membantu mengembalikan irama jantung korban. Alat ini kini banyak tersedia di tempat umum seperti bandara, stadion, dan pusat perbelanjaan.

Kesalahan 5: Berhenti Melakukan Kompresi Terlalu Cepat

Kesalahan terakhir yang sering terjadi adalah berhenti terlalu cepat saat melakukan kompresi dada karena merasa lelah atau mengira korban sudah membaik. Padahal, kompresi dada harus dilakukan terus-menerus tanpa jeda panjang hingga bantuan medis tiba atau korban menunjukkan tanda-tanda kehidupan.

“Dengan mengompresi dada korban secara konsisten, kita meniru kerja jantung yang memompa darah ke seluruh tubuh,” jelas dr. Hasjim. Konsistensi dalam melakukan kompresi dengan kedalaman sekitar 5 cm pada ritme 100–120 kali per menit sangat penting agar oksigen tetap mengalir ke otak korban.

Pentingnya Edukasi BHD bagi Masyarakat

dr. Hasjim menekankan pentingnya edukasi Bantuan Hidup Dasar untuk masyarakat umum, termasuk pelajar dan pekerja di tempat umum. Semakin banyak orang memahami teknik dasar BHD, semakin besar peluang korban henti jantung untuk diselamatkan.

Ia juga mengingatkan bahwa setiap menit keterlambatan melakukan RJP menurunkan peluang hidup korban hingga 10 persen. Oleh sebab itu, kemampuan dasar dalam memberikan pertolongan pertama sebaiknya dimiliki oleh setiap individu.

Kesimpulan: Bertindak Cepat Bisa Menyelamatkan Nyawa

Henti jantung adalah kondisi darurat yang bisa terjadi kapan saja dan di mana saja. Kesalahan kecil dalam memberikan pertolongan dapat berakibat fatal. Oleh karena itu, masyarakat perlu mengetahui cara menolong korban henti jantung dengan benar, yaitu dengan melakukan BHD segera, tidak memukul dada, tidak mendudukkan korban, serta memastikan bantuan medis datang secepatnya.

Mengetahui langkah pertolongan yang tepat bukan hanya soal pengetahuan medis, tetapi juga bentuk kepedulian terhadap sesama. Dengan penanganan yang cepat dan benar, peluang hidup korban bisa meningkat hingga dua kali lipat.