Commons Sight – Kondisi Takengon, Aceh Tengah, masih terisolasi setelah banjir dan longsor besar memutus listrik, jalan, serta akses logistik. Warga hidup dalam tekanan karena BBM dan elpiji hampir habis, jaringan internet hanya muncul di beberapa titik, dan PDAM berhenti total. Situasi semakin berat ketika minimarket mulai dijarah karena pasokan pangan menurun drastis. Di tengah keputusasaan itu, bantuan hanya bisa masuk melalui udara, menandakan betapa gentingnya keadaan di wilayah pegunungan tersebut. Direktur RSUD Datu Beru, Gusnarwin, mengonfirmasi bahwa kondisi ini berlangsung berhari-hari tanpa kepastian kapan akses darat dapat dipulihkan. Dengan banyak warga masih berada di tempat pengungsian, kebutuhan pangan, penerangan, dan air bersih menjadi kebutuhan paling mendesak yang membuat situasi semakin kritis.
RSUD Datu Beru Tetap Beroperasi di Tengah Keterbatasan
Di balik keterisolasian itu, RSUD Datu Beru terus berupaya bertahan agar pelayanan kesehatan tidak terhenti. Meski koneksi internet lumpuh total, fasilitas kesehatan ini memilih tetap beroperasi meskipun tidak seoptimal sebelumnya. Sistem informasi rumah sakit yang berbasis internet terpaksa berhenti, sehingga pencatatan dilakukan secara manual. Kondisi ini membuat tenaga kesehatan bekerja lebih lambat dan rentan melakukan kesalahan administrasi. Meskipun begitu, tim medis tetap mempertahankan semangat karena mereka memahami rumah sakit adalah satu-satunya tempat yang masih bisa menjadi andalan masyarakat. Gusnarwin menjelaskan bahwa setiap keputusan harus diambil cepat, termasuk penyesuaian layanan demi menjaga aliran listrik serta menekan penggunaan peralatan yang menguras daya.
“Baca Juga : Panduan Diet Paleo: Kembali ke Pola Makan Ala Manusia Purba
“
Logistik Medis Menipis dan Pelayanan Harus Disesuaikan
Sementara itu, pasokan logistik medis makin menipis. Ruang perawatan dikurangi agar penggunaan listrik lebih rendah, sementara persediaan oksigen turun drastis. Kondisi ini sempat membuat layanan cuci darah terhenti selama sehari karena bahan habis pakai tidak tersedia. Setelah mengirim permintaan mendesak ke Kemenkes, bantuan baru tiba pada hari kedua, itupun dalam jumlah terbatas. Selain itu, bahan makanan untuk tenaga kesehatan juga semakin sedikit. RSUD hanya dapat membagikan 1,2 kilogram beras per petugas, bantuan yang dikirim relawan dari Medan. Walaupun kecil, bantuan itu tetap berarti besar bagi tenaga medis yang bekerja tanpa henti sejak bencana terjadi.
Krisis Air Bersih Picu Upaya Ekstra dari Tenaga Kesehatan
Ketiadaan PDAM membuat rumah sakit mengalami krisis air. Air sangat diperlukan untuk sterilisasi alat kesehatan, kebutuhan dapur, dan kebersihan ruangan. Untuk mengatasinya, ambulans dikerahkan bolak-balik belasan kali sehari menuju danau berjarak 1,5 kilometer. Langkah ini bukan tanpa risiko karena jalanan penuh lumpur dan rawan longsor susulan. Namun, tenaga kesehatan tidak memiliki pilihan lain selain memastikan air tetap tersedia agar rumah sakit dapat bertahan. Mereka mengisi wadah besar di bak mobil ambulans, lalu membaginya untuk kebutuhan perawatan pasien. Meski kondisi jauh dari ideal, upaya ini menunjukkan komitmen tenaga medis dalam menyelamatkan nyawa di tengah bencana besar yang belum menunjukkan tanda-tanda pulih.
“Baca Juga : Cara Menerapkan Diet OCD untuk Pemula Tanpa Menyiksa Tubuh“
Bantuan Udara Mulai Datang, Namun Masih Jauh dari Cukup
Helikopter pemerintah dan TNI mulai memasuki wilayah Takengon membawa bantuan darurat. Wakil Gubernur Aceh, Fadhlullah, bahkan turun langsung untuk meninjau kondisi warga, menandakan betapa seriusnya situasi tersebut. Namun, bantuan yang datang melalui udara masih sangat terbatas. Kapasitas angkut helikopter tidak bisa memenuhi semua kebutuhan ribuan warga. Banyak desa yang masih terputus total dan belum tersentuh bantuan. Sementara itu, kondisi cuaca membuat penerbangan sering tertunda. Dengan banyaknya pasien, tenaga kesehatan, dan warga yang membutuhkan oksigen, air, serta bahan makanan, bantuan yang masuk diprioritaskan untuk kebutuhan paling mendesak. Situasi ini memperlihatkan bahwa pemulihan masih memerlukan waktu panjang.
Ketangguhan Tenaga Kesehatan Jadi Harapan Terakhir
Di tengah krisis yang menyesakkan, tenaga kesehatan RSUD Datu Beru menjadi simbol ketangguhan. Mereka bekerja dalam kondisi fisik lelah, fasilitas minim, dan ketidakpastian yang terus membayangi. Banyak dari mereka yang rumahnya ikut terdampak bencana, tetapi tetap memilih datang ke rumah sakit karena sadar bahwa warga membutuhkan pertolongan. Kehadiran mereka memberikan secercah harapan bahwa Takengon tidak sendiri. Meski listrik padam, jaringan internet terbatas, dan logistik belum stabil, semangat itu menjaga roda pelayanan tetap berjalan. Di tengah terpaan bencana, mereka menjadi bukti bahwa kemanusiaan dapat bertahan meski situasi terasa hampir tak lagi mungkin.