Commons Sight – Hipertensi paru kerap berkembang diam-diam tanpa gejala yang mencolok, membuat banyak orang tidak sadar bahwa mereka sedang menghadapi penyakit serius. Kondisi ini biasanya diawali dengan keluhan yang terasa biasa saja, seperti cepat lelah, napas terengah setelah aktivitas ringan, atau jantung berdebar tanpa sebab jelas. Karena gejala tersebut sangat mirip dengan kelelahan, asma, atau stres, banyak pasien mengabaikannya hingga fungsi jantung mulai terganggu. Dalam edukasi kesehatan terbaru, dr. Harry Sakti Muliawan menjelaskan bahwa hipertensi paru muncul ketika tekanan darah di pembuluh paru meningkat dan memaksa jantung kanan bekerja jauh lebih keras. Jika kondisi ini dibiarkan, pembuluh darah semakin sempit dan tebal sehingga jantung bisa membengkak. Cerita-cerita pasien menunjukkan betapa penyakit ini menyelinap tanpa suara hingga akhirnya menyulitkan hidup mereka.
Kesulitan Diagnosis yang Menunda Penanganan
Tidak seperti hipertensi sistemik yang dapat diukur dengan mudah, hipertensi paru membutuhkan pemeriksaan khusus yang tidak selalu tersedia. Kerumitan inilah yang membuat penyakit ini sering terlambat terdeteksi. Banyak pasien datang setelah bertahun-tahun merasa tubuhnya tidak normal, namun tidak pernah mendapatkan jawaban pasti. Beberapa bahkan salah didiagnosis sebagai pengidap TBC atau asma, sehingga tidak menerima terapi yang tepat. Menurut dr. Harry, kasus serupa terjadi di seluruh dunia. Di Eropa, proses diagnosis bisa membutuhkan waktu lebih dari satu tahun, sementara di Amerika Serikat rata-rata dua tahun. Penundaan itu membuat kondisi pasien memburuk, ditandai dengan saturasi oksigen rendah dan nyeri dada yang semakin sering muncul. Situasi ini menegaskan pentingnya pengetahuan masyarakat untuk mengenali gejala lebih cepat.
“Baca Juga : Bagaimana Menyusun Diet Paleo di Lingkungan Kota“
Dampak yang Mengguncang Kehidupan Pasien
Ketika gejala semakin parah, penderita hipertensi paru biasanya mengalami sesak napas bahkan saat melakukan aktivitas sederhana, seperti berjalan pelan atau menaiki beberapa anak tangga. Nyeri dada, batuk darah, dan pembengkakan pada tungkai menjadi tanda bahwa jantung kekurangan oksigen. Banyak pasien datang dalam kondisi sudah sangat berat, hingga wajah dan bibir tampak kebiruan. Ketua YHPI, Arni Rismayanti, membagikan kisah betapa seringnya pasien merasa tidak baik-baik saja selama bertahun-tahun tanpa mengetahui penyebabnya. Mereka datang dengan rasa lelah yang menumpuk, ketakutan yang tidak terjawab, dan penegasan bahwa insting mereka selama ini benar bahwa ada yang tidak beres di tubuh mereka. Perjalanan emosional itu memperlihatkan betapa pentingnya kesadaran publik terhadap penyakit ini.
Angka Kasus yang Tinggi dan Rentan pada Kelompok Tertentu
Di Indonesia, jumlah pasien hipertensi paru diperkirakan mencapai 25.000 orang, angka yang menunjukkan bahwa penyakit ini jauh lebih umum dibandingkan persepsi masyarakat. Kondisi ini bisa dialami siapa saja, termasuk anak-anak, namun lebih banyak terjadi pada perempuan terutama mereka yang memiliki riwayat penyakit jantung bawaan. Kelompok ini menghadapi risiko lebih besar karena pembuluh darah pada paru cenderung lebih mudah mengalami gangguan. Banyak keluarga menggambarkan bagaimana hipertensi paru mengubah keseharian mereka, dari aktivitas yang menjadi terbatas hingga beban emosional yang tak terhindarkan. Informasi ini penting agar masyarakat lebih waspada, karena semakin dini seseorang mengenali gejalanya, semakin besar peluang untuk mendapatkan penanganan yang tepat waktu.
“Baca Juga : Daging, Telur, dan Sayuran: Pilar Diet Paleo yang Membangun Gaya Hidup Sehat“
Keterbatasan Akses Pengobatan yang Menjadi Tantangan Baru
Selain sulit didiagnosis, penanganan hipertensi paru di Indonesia menghadapi tantangan lain: akses obat yang terbatas. Dari 15 obat yang telah disetujui secara global, hanya lima yang tersedia di Indonesia dan hanya dua yang dijamin dalam sistem asuransi kesehatan nasional. Kondisi ini membuat banyak pasien harus berjuang dengan biaya pengobatan yang tidak ringan. Beberapa keluarga bahkan terpaksa menunda perawatan karena alasan ekonomi. Padahal, terapi yang tepat sangat penting untuk memperlambat perkembangan penyakit dan menjaga kualitas hidup pasien. Dengan situasi seperti ini, tenaga medis dan pemerintah perlu memperkuat kolaborasi agar pasien memiliki kesempatan lebih baik. Harapan untuk perubahan tetap besar, terutama bagi mereka yang setiap hari bergulat dengan kondisi ini.
Pentingnya Edukasi Publik dan Peran Tenaga Medis
Gerakan edukasi menjadi langkah penting untuk meningkatkan deteksi dini hipertensi paru. Sayangnya, banyak masyarakat yang belum mengenal penyakit ini, sementara sebagian tenaga kesehatan pun masih kesulitan membedakannya dengan kondisi lain. Keterbatasan informasi itu menimbulkan potensi salah diagnosis yang semakin memperlambat penanganan. Karena itu, YPHI bersama para dokter kardiologi terus mendorong kampanye yang lebih luas agar masyarakat memahami tanda-tandanya. Mereka berharap semakin banyak orang yang bisa mengidentifikasi gejala awal sehingga peluang kesembuhan meningkat. Pada akhirnya, edukasi bukan hanya soal informasi, tetapi tentang memberi kesempatan bagi ribuan pasien untuk hidup lebih baik, lebih lama, dan lebih bermakna.