Commons Sight – Menjelang penghujung tahun, perbankan Indonesia menatap 2025 dengan rasa percaya diri yang cukup besar. Hasil Survei Orientasi Bisnis Perbankan (SBPO) OJK menunjukkan Indeks Orientasi Bisnis Perbankan berada di angka 66, menandakan optimisme pelaku industri. Angka ini tercipta setelah survei melibatkan 102 bank yang mewakili hampir seluruh aset perbankan nasional. Menurut OJK, perbaikan kondisi makroekonomi menjadi alasan kuat mengapa perbankan merasa risiko saat ini dapat dikelola dengan baik. Penurunan BI Rate dan penguatan Rupiah juga menyumbang rasa percaya diri tersebut. Dari pernyataan resmi OJK, terlihat jelas bahwa sektor ini bergerak dengan kehati-hatian, tetapi juga dengan langkah yang mantap, siap menyambut peningkatan aktivitas ekonomi menjelang Natal dan Tahun Baru.
Konsumsi Akhir Tahun Jadi Pendorong Kenaikan Penyaluran Kredit
Akhir tahun selalu membawa dinamika tersendiri bagi ekonomi Indonesia. Peningkatan konsumsi masyarakat dalam momen Natal dan Tahun Baru memberikan dorongan besar bagi sektor ritel, logistik, hingga industri makanan. Kondisi inilah yang dilihat oleh perbankan sebagai kesempatan untuk meningkatkan penyaluran kredit. OJK menyoroti bahwa industri pengolahan, pertambangan dan penggalian, serta pengangkutan masih menjadi sektor yang tumbuh tinggi. Bank-bank pun mempersiapkan diri agar kredit dapat mengalir lancar tanpa mengabaikan prinsip kehati-hatian. Pemerintah juga mendukung melalui stimulus 8+4+5 yang diperkirakan memperkuat daya beli masyarakat. Meskipun inflasi berpotensi naik, pelaku industri menilai dampaknya relatif bisa dikendalikan.
“Baca Juga : Mencegah Deindustrialisasi: Mengapa Kualitas SDM Menjadi Penentu Masa Depan Indonesia”
Perbankan Tetap Waspada terhadap Risiko Meski Situasi Terkendali
Walau optimis, perbankan tetap menyadari adanya risiko yang harus dikelola. Indeks Persepsi Risiko (IPR) berada di angka 57, menunjukkan tingkat kewaspadaan moderat. Bank-bank menilai kualitas kredit masih stabil dan posisi devisa netto cenderung aman dalam posisi long. Tantangan lain muncul dari proyeksi net cashflow yang diperkirakan menurun dibanding kuartal sebelumnya. Peningkatan cash outflow akibat belanja pemerintah daerah dan kebutuhan operasional nasabah menjadi salah satu faktor utama. Meski demikian, bank menilai kondisi tersebut masih dalam batas yang dapat ditoleransi. Kehati-hatian inilah yang membuat sektor perbankan tetap kokoh meskipun memasuki periode ekonomi yang lebih padat dan cepat bergerak.
Likuiditas Dipastikan Tetap Kuat Berkat Kenaikan DPK
Di tengah tingginya aktivitas ekonomi akhir tahun, likuiditas menjadi faktor kunci bagi perbankan. SBPO mencatat Indeks Ekspektasi Kinerja (IEK) mencapai 78, menandakan keyakinan bahwa kredit dan Dana Pihak Ketiga (DPK) akan terus tumbuh. DPK yang meningkat berarti bank memiliki ruang lega untuk menjaga arus likuiditas tetap stabil. Banyak bank juga memperkirakan target Rencana Bisnis Bank (RBB) tahun 2025, baik kredit maupun penghimpunan dana, akan tercapai. Optimisme ini memperlihatkan bahwa bank tidak hanya bersiap menghadapi permintaan kredit, tetapi juga memperkuat fondasi untuk menjaga keberlanjutan operasional. Pada momentum akhir tahun yang rawan fluktuasi, stabilnya likuiditas memberi rasa aman bagi seluruh pelaku ekonomi.
“Baca Juga : Gerakan Baliho PSI Mulai Menyasar Seluruh Kecamatan”
SBPO Jadi Alat Penting dalam Membaca Arah Perbankan Nasional
SBPO bukan sekadar survei rutin, tetapi alat strategis bagi OJK untuk memahami arah bisnis perbankan dan tren ekonomi makro. Secara historis, hasil survei ini terbukti akurat dalam memprediksi perilaku industri keuangan. Dengan memadukan persepsi risiko, optimisme, dan proyeksi kredit, SBPO memberikan gambaran menyeluruh tentang kesiapan sektor perbankan memasuki periode puncak aktivitas. Bagi publik, hasil survei ini menunjukkan bahwa perbankan nasional berada di jalur yang sehat dan terukur. Bagi bank sendiri, survei ini menjadi referensi untuk menyusun strategi akhir tahun dengan pendekatan yang lebih matang. Kehadiran SBPO membantu seluruh pemangku kepentingan memahami kondisi nyata industri tanpa bias.
Menata Strategi agar Tetap Stabil di Tengah Dinamika Ekonomi
Menutup 2025, bank-bank di Indonesia sedang berada dalam fase strategis: memanfaatkan lonjakan aktivitas akhir tahun sembari menjaga kesehatan keuangan jangka panjang. Dengan permintaan kredit yang meningkat dan kondisi makroekonomi yang lebih bersahabat, perbankan memiliki peluang besar untuk memperkuat kinerja. Namun, mereka tetap menyeimbangkan optimisme dengan ketelitian, terutama dalam mengawasi inflasi, arus kas, dan fluktuasi nilai tukar. Strategi yang mereka rancang bukan hanya untuk menghadapi Desember, tetapi juga sebagai persiapan memasuki awal tahun dengan ritme yang lebih kuat. Dari laporan OJK hingga analisis industri, satu hal menjadi jelas: perbankan sedang berusaha memastikan ekonomi Indonesia melangkah mantap memasuki tahun baru.