Commons Sight – Indonesia memasuki fase Bonus demografi baru ketika pendapatan per kapita meningkat dan kelas menengah tumbuh semakin besar. Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menilai kondisi ini membawa peluang sekaligus tantangan serius. Kelas menengah tidak hanya menuntut peningkatan kualitas hidup, tetapi juga memiliki ekspektasi tinggi terhadap layanan pendidikan, kesehatan, hingga tata kelola pemerintahan. Aspirasi tersebut bersifat lintas generasi, karena masyarakat ingin memastikan masa depan yang lebih baik bagi anak-anak mereka. Jika negara gagal mengelola ekspektasi ini, ketimpangan persepsi antara harapan dan realitas bisa memicu ketidakpuasan sosial. Oleh karena itu, kebijakan publik perlu lebih responsif, transparan, dan berorientasi jangka panjang agar pertumbuhan ekonomi sejalan dengan rasa keadilan dan kesejahteraan yang dirasakan masyarakat.
Urbanisasi Cepat dan Ketimpangan Kota-Desa
Tantangan kedua datang dari laju urbanisasi yang semakin tinggi. Suahasil memperkirakan sekitar 70 persen penduduk Indonesia akan tinggal di wilayah perkotaan dalam dua dekade mendatang. Perpindahan besar-besaran ini mengubah wajah sosial dan ekonomi nasional. Kota menjadi pusat peluang, tetapi juga menyimpan risiko kepadatan, kemacetan, krisis hunian, dan tekanan lingkungan. Di sisi lain, desa berpotensi tertinggal jika pembangunan tidak merata. Perbedaan kebutuhan, karakter, dan aspirasi antara masyarakat kota dan desa dapat semakin tajam. Tanpa perencanaan pembangunan yang inklusif, urbanisasi justru bisa memperlebar jurang ketimpangan. Karena itu, pemerintah dituntut menyeimbangkan investasi infrastruktur, layanan dasar, dan penciptaan lapangan kerja agar pertumbuhan tidak hanya terkonsentrasi di kota besar.
“Baca Juga : Bakti BCA Hadir di Sumatera: Merajut Harapan Korban Banjir Lewat Bantuan Nyata”
Fenomena Penuaan Penduduk yang Tak Terelakkan
Indonesia juga mulai menghadapi aging population atau penuaan penduduk. Meningkatnya usia harapan hidup mengubah struktur demografi nasional, di mana jumlah penduduk lanjut usia terus bertambah. Perubahan ini membawa konsekuensi besar bagi sistem kesehatan, jaminan sosial, dan pasar tenaga kerja. Namun, Suahasil melihat peluang melalui konsep second demographic dividend, yaitu memaksimalkan produktivitas usia lanjut. Lansia tidak harus diposisikan sebagai beban ekonomi, melainkan aset pengalaman dan pengetahuan. Dengan kebijakan yang tepat, seperti pelatihan ulang dan lingkungan kerja yang ramah usia, kelompok ini tetap bisa berkontribusi. Tantangannya terletak pada kesiapan sistem untuk beradaptasi dengan struktur penduduk yang semakin menua.
Rendahnya Partisipasi Perempuan dalam Ekonomi
Tantangan keempat menyangkut partisipasi perempuan yang masih rendah dalam perekonomian. Suahasil menegaskan bahwa kontribusi perempuan tidak bisa diukur semata dari statistik pasar tenaga kerja formal. Peran perempuan dalam keluarga, komunitas, dan ekonomi informal memiliki dampak besar terhadap pertumbuhan nasional. Sayangnya, kontribusi ini sering tidak terlihat dalam indikator ekonomi konvensional. Hambatan struktural, seperti keterbatasan akses pendidikan, beban kerja domestik, dan minimnya fasilitas pendukung, masih membatasi ruang gerak perempuan. Padahal, peningkatan partisipasi perempuan terbukti mampu mendorong produktivitas dan stabilitas ekonomi. Mengatasi tantangan ini berarti membuka potensi setengah populasi Indonesia yang selama ini belum dimanfaatkan secara optimal.
Bonus Demografi sebagai Ujian Kebijakan Publik
Bonus demografi sering disebut sebagai peluang emas, tetapi Suahasil mengingatkan bahwa peluang ini juga bisa berubah menjadi beban jika salah kelola. Pertumbuhan penduduk usia produktif harus diiringi dengan penciptaan lapangan kerja berkualitas, pendidikan relevan, dan sistem kesehatan yang kuat. Tanpa itu, bonus demografi hanya akan menghasilkan pengangguran dan ketimpangan baru. Setiap tantangan demografi saling terkait, sehingga kebijakan sektoral tidak lagi cukup. Pemerintah perlu pendekatan lintas sektor yang menyatukan ekonomi, sosial, dan kependudukan. Di titik ini, bonus demografi menjadi ujian nyata bagi kualitas perencanaan dan keberanian mengambil keputusan strategis.
Menentukan Arah Pertumbuhan Jangka Panjang Indonesia
Keempat tantangan demografi yang diungkap Suahasil Nazara menegaskan bahwa masa depan Indonesia tidak ditentukan oleh jumlah penduduk semata, melainkan oleh kualitas pengelolaannya. Pertumbuhan ekonomi berkelanjutan hanya bisa dicapai jika aspirasi kelas menengah terpenuhi, urbanisasi dikelola adil, lansia tetap produktif, dan perempuan mendapat ruang setara. Bonus demografi bukan hadiah otomatis, melainkan hasil dari kebijakan yang konsisten dan berpihak pada pembangunan manusia. Cara Indonesia menjawab tantangan ini akan menentukan apakah dekade mendatang menjadi era kemajuan atau justru periode kehilangan peluang berharga.