
Commons Sight – Isu transparansi dalam industri air minum dalam kemasan (AMDK) kembali mencuat setelah Komisi VII DPR RI meminta produsen air kemasan menjelaskan asal usul bahan baku yang digunakan. Ketua Komisi VII, Saleh Partaonan Daulay, menegaskan pentingnya kejujuran perusahaan dalam menyampaikan informasi kepada publik, terutama dalam iklan yang beredar luas di media. “Kalau sama saja air kalian dengan di rumah saya, saya juga pakai air tanah. Kenapa bisa klaim berlebihan sehingga menimbulkan keributan yang tidak produktif?” ujarnya dalam rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/11/2025). Ia menilai, masyarakat berhak tahu apakah air yang mereka konsumsi benar berasal dari pegunungan, air tanah, atau sumber lainnya. Langkah ini menjadi bentuk tanggung jawab sosial perusahaan sekaligus upaya menjaga kepercayaan publik terhadap produk yang beredar di pasaran.
Saleh juga menyoroti fenomena adu klaim antarperusahaan air kemasan yang semakin marak di pasar. Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai merek berlomba mempromosikan diri sebagai air pegunungan murni atau hasil penyaringan alami. Namun, tanpa pengawasan yang ketat, klaim tersebut berpotensi menyesatkan konsumen. “Kami ingin tahu, apakah ada kebohongan dalam iklan-iklan itu?” tegas Saleh. DPR menilai bahwa strategi pemasaran semacam ini bisa menimbulkan persaingan tidak sehat dan memicu ketidakpercayaan publik. Oleh karena itu, Komisi VII menegaskan pentingnya regulasi yang lebih tegas terkait standar labelisasi dan promosi produk air kemasan. Kejujuran menjadi pondasi utama agar industri tidak hanya mengutamakan keuntungan, tetapi juga tanggung jawab terhadap konsumen.
“Baca Juga : 8 Produsen AMDK Ungkap Asal Sumber Air Bahan Baku di Hadapan DPR“
Dalam rapat tersebut, Saleh Partaonan Daulay menyinggung secara langsung perbedaan antara air yang diklaim berasal dari gunung dan yang sebenarnya disedot dari air tanah. Ia menekankan bahwa klaim palsu dalam iklan dapat berujung pada konsekuensi hukum. “Kalau diiklankan air gunung tapi faktanya air tanah yang disedot, itu beda. Anda tahu enggak, kalau seperti itu ada konsekuensi hukumnya?” ucapnya menegaskan. Pernyataannya menggambarkan kekhawatiran DPR terhadap praktik iklan yang bisa menyesatkan masyarakat. Ia menambahkan, kejujuran dalam promosi bukan hanya soal etika bisnis, tetapi juga menyangkut keadilan bagi konsumen. Dengan pengawasan yang ketat, DPR berharap setiap perusahaan air minum kemasan bisa lebih transparan dan bertanggung jawab dalam menyampaikan asal bahan bakunya.
Rapat tersebut dihadiri oleh Direktorat Jenderal Industri Agro serta Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin), bersama sejumlah produsen besar air kemasan. Komisi VII meminta penjelasan rinci dari masing-masing pihak mengenai mekanisme pengambilan air, proses filtrasi, serta sistem pengawasan yang dilakukan pemerintah. DPR ingin memastikan bahwa semua produsen telah mematuhi izin dan prosedur yang berlaku dalam mengambil air dari sumber alam. Kehadiran lembaga pemerintah di rapat tersebut menandai pentingnya sinergi antara pengawasan industri dan kebijakan publik. Bagi DPR, transparansi bukan hanya tuntutan konsumen, tetapi juga bagian dari tata kelola industri yang sehat dan berkelanjutan.
Selain menyoroti produsen, DPR juga meminta Kementerian Perindustrian dan Kementerian ESDM memperkuat pengawasan terhadap izin eksploitasi air tanah dan air pegunungan. Saleh menilai masih banyak celah dalam sistem pengawasan yang membuat perusahaan bebas menggunakan label yang tidak sesuai. “Jangan sampai izin yang diberikan justru disalahgunakan untuk kepentingan promosi,” ujarnya. Ia menambahkan, pemerintah perlu memperjelas standar dan klasifikasi antara air tanah, air pegunungan, dan air permukaan, agar tidak ada lagi kebingungan di masyarakat. Dengan regulasi yang jelas, publik dapat mengetahui asal produk yang dikonsumsi, sementara perusahaan tidak mudah melakukan manipulasi informasi.
DPR menegaskan bahwa transparansi dalam industri AMDK adalah kunci untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap produk nasional. Meskipun sebagian besar produsen telah mengklaim sumber air alami dan ramah lingkungan, pengawasan tetap diperlukan agar klaim tersebut dapat dibuktikan. Saleh menutup rapat dengan pesan penting kepada para produsen agar tidak hanya berfokus pada citra, tetapi juga pada integritas. “Kepercayaan publik itu mahal. Sekali hilang, sulit dikembalikan,” katanya. Langkah DPR ini menjadi pengingat bahwa di balik setiap botol air yang dikonsumsi, ada tanggung jawab besar untuk menjaga kebenaran, kejujuran, dan keberlanjutan sumber daya alam yang menopang kehidupan.