Bahaya Mata Minus pada Anak yang Sering Tak Disadari Orangtua
Commons Sight – Banyak orang tua mungkin tidak menyadari ketika anak mulai mengalami tanda-tanda mata minus. Anak sering terlihat menyipitkan mata saat membaca, menatap layar gadget terlalu dekat, atau mengeluh cepat lelah saat beraktivitas. Menurut dr. Artha Latief, Sp.M, spesialis mata di Bethsaida Hospital Gading Serpong, kondisi ini bisa berbahaya jika dibiarkan. Pertambahan minus tanpa pengawasan akan berdampak langsung pada kualitas belajar dan perkembangan anak.
Mata minus atau rabun jauh muncul ketika cahaya yang masuk tidak jatuh tepat di retina, melainkan di depannya. Hal ini menyebabkan objek jauh terlihat buram. Pada anak, kondisi ini bisa dipicu oleh beberapa faktor, seperti kebiasaan terlalu lama menggunakan gadget, kurangnya aktivitas di luar ruangan, hingga adanya riwayat keturunan. Situasi ini membuat kasus rabun jauh pada anak meningkat drastis di era digital.
Baca Juga : Nikita Mirzani Angkat Bicara soal Vonis Vadel Badjideh: Masa Depan Anak Saya Tak Bisa Dikembalikan
Kebiasaan anak yang terlalu sering menatap layar gadget dari jarak dekat memaksa mata untuk terus berakomodasi. Proses ini membuat lensa mata menebal dalam jangka panjang. Menurut penelitian, akomodasi berlebihan dapat memicu pelepasan sinyal kimia yang membuat bola mata memanjang. Ketika bola mata terlalu panjang, cahaya yang masuk tidak fokus di retina, melainkan jatuh di depannya. Akibatnya, anak mengalami gangguan penglihatan jarak jauh.
Orangtua sebaiknya mulai waspada ketika anak menunjukkan gejala tertentu. Misalnya, anak sering menyipitkan mata ketika melihat tulisan dari jauh, mengedip-ngedipkan mata saat menonton televisi, atau mengeluh sakit kepala setelah menggunakan gadget. Selain itu, rasa cepat lelah pada mata juga menjadi tanda penting. Jika dibiarkan, gejala tersebut akan mengganggu aktivitas harian anak, terutama di sekolah.
Apabila tidak segera diperiksa, minus pada anak bisa bertambah lebih cepat. Kondisi ini bukan hanya menurunkan ketajaman penglihatan, tetapi juga dapat menimbulkan komplikasi mata di kemudian hari. Anak mungkin mengalami kesulitan dalam belajar, kehilangan fokus, bahkan berisiko menghadapi masalah psikologis akibat keterbatasan penglihatan yang terus memburuk.
Langkah terbaik yang dapat dilakukan orangtua adalah membawa anak untuk melakukan pemeriksaan mata secara rutin. Pemeriksaan ini akan membantu mendeteksi kondisi sejak awal. Dengan begitu, dokter mata dapat menentukan langkah penanganan yang tepat. Semakin cepat masalah dikenali, semakin besar peluang untuk mencegah pertambahan minus yang lebih parah.
Penanganan rabun jauh pada anak tidak terbatas hanya pada penggunaan kacamata. Dokter biasanya juga merekomendasikan lensa khusus atau terapi pengendalian progresivitas minus. Beberapa metode modern bahkan dirancang untuk memperlambat pertambahan rabun jauh, sehingga anak tetap bisa beraktivitas dengan penglihatan yang optimal.
Selain penanganan medis, orangtua bisa melakukan upaya pencegahan di rumah. Caranya antara lain membatasi waktu anak menggunakan gadget, memastikan pencahayaan ruangan memadai, serta mengajak anak lebih sering bermain di luar ruangan. Aktivitas fisik di ruang terbuka terbukti membantu menyehatkan mata sekaligus mengurangi risiko pertambahan minus.
Pada akhirnya, kesadaran orangtua memegang peran penting dalam menjaga kesehatan mata anak. Dengan mengenali gejala lebih awal, melakukan pemeriksaan rutin, serta menerapkan pola hidup sehat, risiko rabun jauh dapat ditekan. Anak pun dapat tumbuh dengan penglihatan yang baik dan lebih siap menghadapi tantangan belajar maupun aktivitas sehari-hari.